Monday 18 May 2015

Makalah Bentuk Sediaan Obat


Silahkan di cek isinya, jika sesuai tak perlu repot2 copy paste lalu edit lagi. Kami sudah menyediakan versi Microsoft word-nya dibagian akhir artikel ini. 


KATA PENGANTAR

      Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami terima kasih ucapkan kepada dosen farmasetika dasar dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini memuat tentang “Injeksi, Tetes Mata, dan Tetes Hidung”.
      Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
      Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

                                                                                                          

                                                                                                    Penyusun




DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................             
Daftar Isi    .....................................................................................................                         

BAB 1        Pendahuluan ...............................................................................            
I.              Latar Belakang  .................................................................            
II.           Tujuan  ..............................................................................             
III.        Metode Penulisan ..............................................................             

BAB II       Pembahasan ................................................................................            
I.              Injeksi ................................................................................             
II.           Tetes Mata   .......................................................................             
III.        Tetes Hidung  ....................................................................            

BAB III     Penutup ......................................................................................            

Daftar Pustaka   






BAB I
PENDAHULUAN

I.              LATAR BELAKANG
      Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional. Bahan aktif obat agar digunakan nyaman, aman, efisien dan optimal dikemas dalam bentuk sediaan obat (BSO) atau disebut sediaan farmasi. Bentuk sediaan obat (BSO) dapat mengandung satu atau lebih komponen bahan aktif. Formulasi BSO memerlukan bahan tambahan contohnya antara lain bahan pelarut atau bahan pelicin. Macam bahan tambahan tergantung macam Bentuk Sedian Obat. Bahan tambahan bersifat netral. Sehingga didapat Definisi BSO adalah sediaan obat yang mengandung satu atau lebih bahan berkhasiat dan biasanya ditambah vehikulum(bahan pengisi atau bahan pelarut).

Pengertian Obat Secara Khusus :
1.        Obat Jadi
Obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, tablet, pil, kapsul, supositoria, cairan salep atau bentuk lainnya yang mempunyai teknis sesuai dengan F1 atau buku resmi lain yang ditetapkan pemerintah.
2.        Obat Paten
Yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat yang dikhususkannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
3.        Obat Baru
Yaitu obat yang terdiri atas atau berisi zat yang berkhasiat ataupun tidak berkhasiat, misalnya lapisan pengisi, pelarut, pembantu, atau komponen lain, yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.
4.        Obat Asli                                 
Yaitu obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alami Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
5.        Obat Tradisional
Yaitu obat yang didapat dari bahan alam (Mineral, tumbuhan, atau hewan) terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
6.        Obat Esensial
7.        Yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat terbanyak dan tercantum dalam daftar obat esensial (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI
7. Obat Generik
Yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam F1 untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

II.           TUJUAN                                                                                                          
      Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai bentuk sediaan obat (BSO) injeksi, tetes mata dan tetes hidung dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

III.        METODE PENULISAN
      Penulis mempergunakan metode kepustakaan. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan denga penulisan makalah ini.




BAB II
PEMBAHASAN

I.              INJEKSI
A.      Pengertian Injeksi
      Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Tujuannya agar kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
      Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
      Aminofilin diindikasikan untuk asma bronkial dan untuk bronkospasme reversible yang berhubungan dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Obat-obat xantin terutama teofilin dan bahan-bahan yang berhubungan dengan teofilin merupakan bronkodilator yang paling banyak digunakan untuk bronkospasme reversibel sedang atau berat. Juga memperbaiki pertukaran pernafasan dengan peningkatan kontraktilitas diafragma.

B.       Penggolongan Umum Injeksi
1.         Parenteral Volume Kecil
a.         .Injeksi Intraderma atau Intrakutan
      Istilah intraderma (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme. Umumnya larutan atau suspensi dalam air, digunakan untuk diagnose, volume lebih kurang 100 ml sampai 200 ml.

b.        .Injeksi Intramuskulus                                                            
      Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan. Injeksi Intramuskulus merupakan larutan atau suspense dalam air atau dalam minyak, volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4ml. penyuntikan volume besar dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
c.         Injeksi Intravenus
      Istilah intravenus (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap. Injeksi Intravenus ini pada umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat bercampur dengan air, volumenya 1ml sampai 10ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam volume besar umumnya lebih dari 10ml, disebut Infusi. Emulsi minyak-air dapat diberikan intravenus jika dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap ukuran butiran minyak. Sediaan berupa emulsi air-minyak, tidak boleh disuntikkan dengan cara ini. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravenus tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml, harus bebas pitrogen.
d.        Injeksi Subkutan atau Hipoderma
      Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM. Umumnya larutan isotonus dengan kekuatan sedemikianrupa hingga volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Dapat ditambahkan vasokonstriktor seperti epinetrina untuk melokalisir efek obat. Jika tidak mungkin disuntikkan infuse volume injeksi 31 sampai 41 sehari masih dapat disuntikkan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase kedalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase.
e.         Injeksi intra-arterial
      Disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f.         Injeksi Intrakardial
      Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g.        Injeksi Intraserebral
      Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h.        Injeksi Intraspinal
      Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i.          Injeksi Intraperitoneal dan intrapleural
      Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j.          Injeksi Intra-artikular
      Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.        Injeksi Intrasisternal dan peridual
      Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
l.          Injeksi Intrakutan (i.c)
      Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m.      Injeksi Intratekal atau Injeksi Subaraknoid, Injeksi Introsisterna dan Injeksi Peridum
      Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Larutan umumnya tidak boleh lebih dari 20 ml. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien. Jenis injeksi ini tidak boleh mengandung bakterisida dan diracikdalam wadah dosis tunggal.
2.         Parenteral Volume Besar
      Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
a.         Injeksi Intravena    
      Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
      Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.
b.        Injeksi Subkutan
      Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.

C.      Keuntungan injeksi
1.         Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2.         Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
3.         Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
4.         Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5.         Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6.         Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7.         Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
8.         Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
9.         Aksi obat biasanya lebih cepat.                                  
10.     Seluruh dosis obat digunakan.                     
11.     Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12.     Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13.     Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.

D.      Kerugian Injeksi
1.         Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2.         Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3.         Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
4.         Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
5.         Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
6.         Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
7.         Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
8.         Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

E.       Komposisi Injeksi
1.         Bahan aktif
2.         Bahan tambahan
a.         Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b.        Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c.         Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d.        Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e.         Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f.         Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin
g.        Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h.        Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i.          Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j.          Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3.         Pembawa
a.         Pembawa air
b.        Pembawa nonair dan campuran
c.         Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen
d.        Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.

F.       Syarat-syarat Injeksi
1.         Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2.         Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3.         Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4.         Sterilitas
5.         Bebas dari bahan partikulat
6.         Bebas dari Pirogen
7.         Kestabilan
8.         Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.



G.      Wadah Injeksi
      Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1.         Gelas
      Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.
2.         Karet          
      Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.
      Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.
3.         Plastik
      Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia. Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).

II.           TETES MATA
A.           Pengertian Tetes Mata
      Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata. Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid garam-garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonik, larutan mata digunakan untuk antibakterial, anstetik, midriatikum, miotik atau maksud diagnosa. Larutan ini disebut juga tetes mata dan collyria (singular collyrium).
      Obat yang dimasukkan ke dalam mata harus diformulasi dan disiapkan dengan pertimbangan yang diberikan untuk tonisitas, pH, stabilitas, viskositas dan sterilisasi. Sterilisasi ini diinginkan karena kornea dan jaringan bening ruang anterior adalah media yang bagus untuk mikroorganisme dan masuknya larutan mata yang terkontaminasi ke dalam mata yang trauma karena kecelakaan atau pembedahan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.

B.            Syarat-syarat Tetes Mata
Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :
1.        Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan;
2.        Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk   menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama penggunaan dari sediaan;
3.        Isotonisitas dari larutan;
4.        pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum

Tetes mata adalah larutan berair atau larutan berminyak yang idealnya harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1.      Steril ketika dihasilkan
2.      Bebas dari partikel-partikel asing
3.      Bebas dari efek mengiritasi
4.      Mengandung pengawet yang cocok untuk mencegah pertumbuhan dari mikroorganisme yang dapat berbahaya yang dihasilkan selama penggunaan.
5.      Jika dimungkinkan larutan berair seharusnya isotonis dengan sekresi lakrimal konsentrasi ion hidrogen sebaliknya cocok untuk obat khusus, dan idelanya tidak terlalu jauh dari netral
6.      Stabil secara kimia

C.           Keuntungan dan Kerugian Tetes Mata 
      Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi. Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya digunakan secara topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang dimasukkan melewati kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat lambat, pasien mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat.
            Keuntungan Tetes Mata secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep yantg obat-obatnya larut dalam air, tidak menganggu penglihatan ketika digunakan. Jika semua bahan-bahan lengkap dalam larutan, keseragaman tidak menjadi masalah, hanya sedikit pengaruh sifat fisika dengan tujuan ini. Salep mata umumnya menghasilkan bioavailabilitas yang lebih besar daripada larutan berair.

D.           pH Cairan dan Sediaan Mata
a.           pH Cairan Mata
      Ada persetujuan umum tentang konsentrasi ion hidrogen dari cairan lakrimal adalah mendekati netral. Namun demikian, variasi nilai telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Kemudian Hasford dan Hicks, Buchr dan Baeschlin, Feldman, Dekking, Byleveld, van Grosz dan Hild dan Goyan dilaporkan telah menemukan pH cairan mata berhubungan dengan darah. Yang lain telah mendapatkan nilai yang berbeda: Gyorffy dari 6,3-8,4, Lipschultz 8,0, Oguchi dan Nakasima dari 8,4-8,6. federsen-Bjergaard menemukan pH cairan lakrimal dari sepuluh orang normal dan menemukan nilai 8,2. Dia membuat ketentuan dengan cara kolorimetri dan elektrometri, dan ditemukan hasil yang sama pada kedua metode. Hind dan Goyan dalam pekerjaan terakhir, menemukan pH air mata adalah 7,4. Berdasarkan hal itu, pH cairan lakrimal sekurang-kurangnya 7,4 dan mungkin lebih alkali. Konsentrasi ion hidrogen dari cairan mata berkisar 7,2-7,4.
      Sekresi lakrimal mempunyai nilai pH antara 7,2-7,4 dan mempunyai kapasitas membuffer yang tinggi. Akibatnya, mata dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai pH dari 3,5-10, mereka tidak didapar dengan kuat ketika cairan mata akan dengan cepat memperbaiki nilai pH normal dari mata.

b.          pH Sediaan Mata                  
           pH dari larutan mata sebaiknya antara 4,5 dan 9. Dalam banyak perumpamaan, kita dapat mencapai obat dengan seratus kali lebih stabil pada pH 5,0 dan kemudian pH 7,0. Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,2-8,3. Ini masih bisa ditoleransi oleh larutan mata dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil larutan, (2) buffer cairan mata, dan (3) peningkatan produksi air mata.

E.            Pewadahan
      Tipe wadah yang biasa digunakan untuk tetes mata adalah vertikal dilipat ambar atau gelas botol hijau layak dengan tutup bakelite yang membawa tube tetes dengan sebuah pentil dan kemampuan untuk ditutup sebagaimana untuk menahan mikroorganisme. Sifat-sifat yang penting sebagai berikut :
1.        Dilengkapi dengan uji untuk membatasi alkali gelas. Copper (1963) menunjukkan bahwa kadang-kadang botol dapat dibebasalkalikan tetapi tube tetes tidak. Ini dapat dicontohkan oleh tetes mata fisostigmin dalam larutan dalam botol tidak berwarna tetapi pada tube tetes berwarna merah muda.
2.        Melindungi isi bahan terhadap cahaya. Banyak bahan obat sensitif terhadap cahaya.
3.        Mempunyai segel yang memuaskan. Norton (1963) menunjukkan test warna.
4.        Pentil karet atau pentil dari bahan-bahan lain adalah penyerap dan sebaiknya dijenuhkan   dengan pengawet yang digunakan dalam larutan mata dimana mereka digunakan.
5.        Menyiapkan penetes yang siap digunakan dan melindungi terhadap kerusakan dan             kontaminasi.
6.        Dilengkapi dengan pengaturan racun. Banyak obat mata adalah racun.
7.        Wadah non gelas tidak bereaksi dengan obat-obat atau partikel lain yang menjadi isi larutan.
      Larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. Botol 7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi.
      Botol plastik untuk larutan mata juga dapat digunakan. Meskipun beberapa botol plastik untuk larutan mata telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir.
                                                                                                                        
F.            Komposisi Tetes Mata
      Selain bahan obat, tetes mata dapat mengandung sejumlah bahan tambahan untuk mempertahankan potensi dan mencegah peruraian. Bahan tambahan itu meliputi :
1.      Pengawet
      Sebagaimana yang telah dikatakan, ada bahan untuk mencegah perkembangan mikroorganisme yang mungkin terdapat selama penggunaan tetes mata. Larutan untuk tetes mata khusus, yang paling banyak tetes mata dan yang lain menggunakan fenil merkuri nitrat, fenil etil alcohol dan benzalkonium klorida.
2.      Isotonisitas dengan Sekresi Lakrimal
      NaCl normalnya digunakan untuk mencapai tekanan osmotik yang sesui dengan larutan tetes mata.
3.      Oksidasi Obat
      Banyak obat mata dengan segera dioksidasi dan biasanya dalam beberapa kasus termasuk bahan pereduksi. Natrium metasulfit dalam konsentrasi 0,1% umumnya digunakan untuk tujuan ini.
4.      Konsentrasi Ion Hidrogen
      Butuh untuk kestabilan konsentrasi ion hidrogen, dan beberapa buffer telah digambarkan. Sodium sitrat digunakan dalam tetes mata fenilefrin.
5.      Bahan Pengkhelat
      Ketika ion-ion dan logam berat dapat menyebabkan peruraian obat dalam larutan digunakan bahan pengkhelat yang mengikat ion dalam kompleks organik, akan memberikan perlindungan. Na2EDTA, satu yang paling dikenal sebagai pengkhelat.
6.      Viskositas
      Untuk menyiapkan larutan kental dengan memberi aksi yang lama pada larutan mata dengan tetap kontak lebih lama pada permukaan mata, bahan pengental dapat digunakan, metilselulosa 1% telah digunakan untuk tujuan ini.

III.        TETES HIDUNG
A.      Pengertian Tetes Hidung
      Hidung mempunyai tugas menyaring udara dari segala macam debu yang masuk ke dalam melalui hidung. Tanpa penyaringan ini mungkin debu ini dapat mencapai paru-paru. Bagian depan dari rongga hidung terdapat rambut hidung yang berfungsi menahan butiran debu kasar, sedangkan debu halus dan bakteri menempel pada mukosa hidung. Dalam rongga hidung udara dihangatkan sehingga terjadi kelembaban tertentu.
      Mukosa hidung tertutup oleh suatu lapisan yang disebut epitel respirateris yang terdiri dari sel-sel rambut getar dan sel “leher”. Sel-sel rambut getar ini mengeluarkan lendir yang tersebar rata sehingga merupakan suatu lapisan tipis yang melapisi mukosa hidung dimana debu dan bakteri ditahan dan melekat. Debu dan bakteri melekat ini tiap kali dikeluarkan ke arah berlawanan dengan jurusan tenggorokan. Yang mendorong adalah rambut getar hidung dimana getarannya selalu mengarah keluar. Gerakannya speerti cambuk, jadi selalu mencambuk keluar, dengan demikian bagian yang lebih dalam dari lapisan bulu getar ini selalu bersih dan “steril”. Biasanya pada pagi hari hal ini dapat dicapai.
      Dengan penjelasan sepintas tersebut diatas dapat dengan mudah dipahami, bahwa segala sesuatu yang masuk (khusussnya obat) ke dalam hidung secara sengaja tidak bolehmenghalangi fungsi dari rambut getar sebagaimana dijelaskan di atas. Harga pH lapisan lendir sekitar 5,5-5,6 pada orang dewasa, sedangkan pada anak-anak 5-6,7 pada pH kurang dari 6,5 biasanya tidak diketemukan bakteri dan bila lebih dari 6,5 mulai ada bakteri.
      Bila kedinginan pH lendir hidung akan cenderung naik, sebaliknya bila kepanasan cenderung pH menurun. Pada waktu pilek, pH lendir alkalis, sehingga teori sebenarnya dapat disembuhkan denan mudah dengan cara menurunkan pHnya, yaitu kearah asam. Jadi pemberian obat dengan tujuan mengembalikan kondisi normal dari rongga hidung akan menolong.
Obat hidung biasanya diberikan dengan empat cara :
1.             Yang biasanya adalah dengan meneteskan pada bagian tiap lubang hidung dengan menggunakan pipet tetes.
2.             Dengan cara disemprotkan, alatnya ada yang jenis untuk mendapatkan hasil semprotan beruba kabut (atomizer) ada juga yang agak halus (neulizer) artinya lebih halus dari atomizer.
3.             Dengan cara mencucikan dengan alat “nasal douche”
4.             Dapat juga dengan cara “inheler”, diisap-isap.

B.     Absorbsi Obat
      Absorbsi obat lewat mucus hidung terkadang baik atau lebih baik dari oral. Rute intranasal nampaknya ideal karena menghasilkan efek langsung ke vascular dan mudah pemberiannya. Namun demikian cara ini jarang dijumpai sehari-hari. Tonndorf dan pembantunya mengkaji absorbsi hiosin dan atropin dari selaput lendir manusia. Mereka mengevaluasi denga cara mengamati hambatan produksi saliva sebagai cara untuk menguji absorbsi obat. Penemuan mereka didemonstrasikan sebagai pemberian obat melalui hidung.
      Untuk semua kasus, produksi saliva untuk kontrol berbeda nyata dengan yang mengandung obat, sediaan kapsul yang paling lambat responnya, diikuti larutan oral. Perlambatan respon nampaknya tergantung pada waktu yang diperlukan untuk melarutkan kapsul dan padatan garam alkalod.
      Injeksi subkutan memberikan respon yang paling cepat dan tetes hidung menyusul sesudahnya. Pemberian hiosin dalam bentuk semprotan (spray) responnya tidak sebaik tetes hidung. Akan tetapi apabila 0,01 % Na-Laurilsulfat ditambahkan pada tempat absorbsi obat, maka responnya akan sebaik respon tetes hidung.
      Pengkajian kelompok lain dengan rute pemberian sublingual (dibawah lidah), diperoleh hasil yang lebih rendah dibandingkan terhadap baik subkutan maupun tetes hidung.Tidak dijumpai komplikasi loka. Monto dan Rebuck (DOM 915) melaporkan pemberian vitamin B 12 melalui rute hidung. Penulis ini menemukan bahwa inhalasi kristal vitamin B 12 dalam larutan NaCl isotonis dan dalam puder lactose menghasilkan respon klinik dan hematologis pada 12 penderita anemia pernisiosa, ada perbaikan.
Obat yang sering diberikan untuk pengobatan                           hidung :                             
§   Antibiotik
§   Sulfasetamide
§   Vasokontriktor
§   Germisid
§   Antiseptik
      Yang perlu diperhatikan bahwa rambut getar dalam rongga hidung sangat peka terhadap beberapa macam obat misalnya obat yang mengandung Efedrin HCl, konsentrasi paling tinggi yang dapat ditahan adalah 3% lebih tinggi dari kadar tersebut akan mengerem kerja dari rambut getar. Larutan adrenalin yang asam (adrenalin 1 % pH 3) juga akan mengerem kerja dari rambut getar hidung. Larutan kokain HCl hanya dapat digunakan sampai konsentrasi paling tinggi 2,5 %
      Larutan protalgol mempunyai pengaruh yang nyata terhadap rambut getar hidung karena mengendapklan protein (padahal lendir yang diekskresikan di daerah rambut getar sebagian bersar terdiri dari protein)
      Parafin cair jika digunakan sebagai bahan pembawa (baik sebagai pelarut atau mengahsilkan suspensi) akan memberikan suatu lapisan pada mukosa hidung, hingga secara tidak langsung dapat mengurangi kerja rambut getar, jadi tetes hidung dengan paraffin cair sebaiknya dihindari.
      Reaksi alkali seperti misalnya garam sulfat, hendaknya juga dihindari karena biasanya pH larutan sulfat sangat alkali yaitu pHnya antara 10-11. sebagai pelarut bukan lagi air yang dipakai melainkan propilenglikol, larutan sulfat dalam propilen glikol tak perlu dialkalikan, jadi reaksinya sedikit asam (karena sulfa merupakan asam lemah)
      Obat tetes hidung harus isoosmotik dengan secret hidung atau isoosmotik dengan cairan tubuh lainnya yaitu sama denagn larutan NaCl 0,9% . pengisotonisan ini perlu sekail maksudnya agar tidak mengganggu fungsi rambut getar, epitel. Sedikit hipertoni masih diperkenankan. Sebagai bahan pengiisotoni digunakan NaCl atau glukosa
      Tetes hidung harus steril dan untuk untuk menjaga agar oabat terhindar dari kontaminasi, maka penambahan preservatif juga dilakukan misalnya dengan nipagin atau nipasol atau kombinasi keduanya. Nipagin dipakai 0,04-0,01 %; sedangkan campurannya dapat dibuat dengan kombinasi Nipagin (0.026%) + Nipasol (0.014%)
Secara umum untuk obat (tetes) hidung harus                  diperhatikan :
1.             Sebaiknya digunakan pelarut air
2.             Jangan menggunakan obat yang cenderung akan mengerem fungsi rambut getar epitel
3.             pH larutan sebaiknya diatur sekitar 5,5-6,5 dan agar pH tersebut stabil hendaknya ditambahkan dapar (buffer)
4.             Usahakan agar larutan isotoni
5.             Agar supaya obat dapat tinggal lama dalam rongga hidung dapat diusahakan penambahan bahan yang menaikkan viskositasnya agar mendekati secret lendir hidung
6.             Hendaknya dihindari larutan obat (tetes) hidung yang bereaksi alkali
7.             Penting untuk diketahui jangan sampai bayi diberi tetes hidung yang mengandung menthol, karena dapat menyebabkan karam (kejang) pada jalan pernafasan
8.             Harus tetap stabil selama dalam pemakaian pasien
9.             Harus mengandung antibakteri untuk mereduksi pertumbuhan bakteri selama dan pada saat obat diteteskan.
      Dapar fosfat untuk obat tetes hidung (pH 6,5) dapat digunakan dan dibuat seperti tersebut dibawah ini
v   NaH2PO4. H2O 0,65
v   NaH2PO4. 7 H2O 0,54
v   NaCl 0,45
v   Benzalkonium klorida 0.01-0,10%
v   Air suling secukupnya 100 ml
      Beberapa obat simpatomimetik (atropin, hiosin, skopolamin) karena mudah teroksidasi jadi perlu penambahan antioksidan dan juga kontrol pH.




BAB III
PENUTUP

      Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
      Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
      Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Depkes RI. Jakarta.


Versi Word - nya Silahkan download DISINI
Apabila anda masuk https://adf.ly/ , cukup tunggu sebentar sampai muncul tombol dengan tulisan SKIP AD pada pojok kanan atas, lalu klik tombol tersebut.




No comments:

Post a Comment