Tidak perlu repot-repot copy paste, masih harus edit lagi. Sudah kami sediakan versi Microsoft Word-nya. Tinggal Download Aja DISINI
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Dengan memanjatkan segala
puji dan syukur kehadirat Allah SWT Sang Penguasa sekalian alam, yang telah
melimpahkan Rahmat dan HidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah ini
Senandung berbingkai sholawat dan salam, semoga tetap
terlimpahkan serta tercurahkan kepada junjungan kita, beliau adalah “The Best
Man in The World” yaitu Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari
zaman kebodohan menuju zaman “Li mardhotillah”. Semoga kita dipandang Allah SWT
layak dihimpun bersama beliau dalam kafilah panjang yang penuh berkah. Amien,
amien ya rabbal ‘aalaamien.
Selain itu, kami mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada keluarga kami yang selalu memberi dukungan serta masih
mempercayakan kepada kami tanggung jawab untuk bersekolah. Selain itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang dengan ikhlas memberikan
waktu, tenaga dan pikiranya untuk membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Ada pepatah yang mengatakan, bahwa tidak ada gading yang
tak retak. Begitu pula makalah ini. Oleh karena itu, kami terbuka terhadap
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya Suku Bugis di Indonesia .................................... 2
B. Letak Geografis
Makassar ............................................................. 2
C. Bahasa suku
Bugis ....................................................................... 3
D. Kesenian Suku
Bugis .................................................................... 3
E. Makanan Khas ............................................................................. 5
F. Sistem
Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis Makassar ................. 5
G. Sistem Kekerabatan
Kebudayaan Suku Bugis Makassar .................. 6
I. Pakaian
adat Suku Bugis ............................................................... 8
BAB III
KESIMPULAN ....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam jiwa manusia
terdapat keindahan yang melekat secara utuh, naluri yang tertanam akan budaya
ataupun kebudayaan, segala bentuk yang membuat manusia itu hidup tertata dalam
masyarakat adalah budaya itu sendiri yang dimana setiap manusia wajib melestarikan
budaya demi kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat. Dengan melestarikan budaya
nasional, warga Indonesia mampu mencerminkan jati diri bangsa Indonesia yang
bersumber terhadap keselarasan jiwa setiap masyarakatnya, untuk itulah manusia
yang ideal harus menganggap budaya sebuah hal yang intens.
Dari berbagai definisi
budaya yang terbilang banyak, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata (konkrit), misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Dalam makalah ini akan
dibahas yakni sistem sosial budaya suku bugis Makassar dalam konteks hidup dan
perkembangan atau ciri khas mereka.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan sistem kepercayaan suku bugis?
2.
Bagaimana bentuk sistem kekerabatan suku bugis ?
C. Tujuan
1. Menambah
wawasan dan pengetahuan tentang sistem sosial budaya bugis Makassar.
2. Memenuhi
tugas IPS.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya Suku Bugis di
Indonesia
Bugis adalah suku yang
tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah
gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis”
berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada
raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini,
yaitu La Sattumpugi.
Ketika rakyat La
Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka
menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La
Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan
Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami
dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat
karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.
Sawerigading Opunna Ware
(Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La
Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam
tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di
Sulawesi seperti Buton.
Perkembangan
Dalam perkembangannya,
komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini
kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka
sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng,
Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis,
tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan
Mandar.
Saat ini orang Bugis
tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap,
Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah
Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan
Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang
dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario
(kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)
B. Letak Geografis Makassar
Kota Makassar mempunyai
posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah
selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke
wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan
Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada koordinat 119 derajat
bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi
antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai
yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua muara
sungai yakni sungai.Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai
Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya
berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat
Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km².
C. Bahasa suku Bugis
Membahas tentang bahasa Bugis
adalah hal yang sangat kompleks, namun sesuai dengan permintaan Bang Atta, aku berupaya mencari
literatur tentang itu.Adalah suatu kehormatan besar memenuhi permintaan seorang
sahabat yang masih satu Anchestor. Namun sebelum itu saya
mulai dari pengenalan aksara bugis itu sendiri, yang dikenal dengan nama
Lontara.
Lontara Bugis-Makassar
merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Itu
dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakan huruf lontara. Huruf
lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga
digunakan oleh masyarakat makassar dan masyarakat luwu. Yah dahulu kala para
penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daun lontara dan
dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun kata yang apik
diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo. Bahasa Bugis
merupakan bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar
di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep,
Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten
Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten
Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki
penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini
kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis
menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan
huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad
ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.
D. Kesenian Suku Bugis
Alat musik:
Alat musik:
1.
Kacapi (kecapi)
Salah satu alat musik
petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar
dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh
seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua
dawai,diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya
ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan
hiburan pada hari ulang tahun.
2. Sinrili
Alat musik yang
mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan membaringkan di
pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain duduk dan alat
diletakkan tegak di depan pemainnya.
3.
Gendang
Musik perkusi yang
mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
4.
Suling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga
jenis, yaitu:
· Suling panjang (suling
lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
· Suling calabai (Suling
ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama
penyanyi
· Suling dupa samping
(musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang.
Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan
tamu.
Seni Tari
1.
Tari pelangi; tarian
pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
2.
Tari Paduppa Bosara;
tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu
senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan
3.
Tari Pattennung; tarian
adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang
menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan
Bugis.
4.
Tari Pajoge’ dan Tari
Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis
tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
5.
Jenis tarian yang lain
adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya
di gelar padasaat Pesta Panen).
E.
Makanan Khas
1. Coto makassar
2. Konro
3. Sop saudara
4. Pisang epe’
5. Pisang ijo
6. Palu bassah
7. Pala butung
8. Nasu palekko (bebek)
F.
Sistem Kepercayaan Kebudayaan
Suku Bugis Makassar
Orang Bugis-Makassar
lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Propinsi Sulawesi
Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam
masuk ke daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran
Tauhid. Proses islamisasi di daerah ini dipercepat dengan adanya kontak
terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah menetap di
Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak
dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang
disebut dengan beberapa nama, yaitu:
1.
Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
2.
Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
3.
Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.
Sisa-sisa kepercayaan ini
masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten Sindenreng-Rappang, dan pada
orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih
menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat
yang keramat itu didasarkan pada lima unsur pokok sebagai berikut:
1.
Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang terdiri
atas:
a.
Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-kaidah
keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika
dalam hal berumah tangga, dan sopan-santun pergaulan antar kaum kerabat.
b.
Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang terwujud dalam bentuk hukum
negara, hukum antarnegara, dan etika serta pembinaan insan politik. Pembinaan
dan pengawasan ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa
pejabat adat, seperti pakka-tenni ade’, pampawa ade’, dan parewa ade.’
2.
Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan dan
konsep-konsep yang bersangkut paut dengan hukum adat, acara di muka pengadilan,
dan mengajukan gugatan.
3.
Rampang, berarti perumpamaan, kias, atau analogi. Sebagai bagian dari
panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesinambungan suatu keputusan
hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat analogi hukum kasus
yang dihadapi dengan keputusan di masa lampau. Rampang juga berupa
perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal dalam berbagai bidang kehidupan,
baik kekerabatan, politik, maupun pemerintahan.
4.
Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan
berbagai benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam
memelihara garis keturunan dan hubungan kekerabatan antarraja.
5.
Sara, adalah bagian dari
pangaderreng, yang mengandung pranata hukum, dalam hal ini ialah hukum Islam.
Kelima unsur keramat di
atas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam pikiran orang Bugis-Makassar.
Unsur tersebut menghadirkan rasa sentimen kewargaan masyarakat, identitas
sosial, martabat, dan harga diri, yang tertuang dalam konsep siri. Siri ialah
rasa malu dan rasa kehormatan seseorang.
G. Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis Makassar
Perkawinan ideal menurut
adat Bugis Makassar adalah:
1.
Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
2.
Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
3.
Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut,
walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan
gadis-gadis yang bukan sepupunya.
Perkawinan yang dilarang atau sumbang
(salimara’) adalah perkawinan antara:
1. Anak dengan ibu atau ayah.
2. Saudara sekandung.
3. Menantu dan mertua.
4. Paman atau bibi dengan
kemenakannya.
5. Kakek atau nenek dengan
cucu.
Kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan sebelum perkawinan adalah:
6. Mappuce-puce, yaitu
kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan
peminangan.
7. Massuro, yaitu kunjungan
dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk
membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
8. Maduppa, yaitu
pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.
Setiap budaya memiliki
Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari
tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :
1.
Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
2.
Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
3.
Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa
Bagian-Bagian Dari Rumah Adat Bugis
1.
Rakkeang, adalah bagian diatas langit - langit ( eternit ). Dahulu biasanya
digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.
2.
Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini,
ada titik sentral yang bernama pusat rumah
3.
Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.
Rumah ini bisa berdiri
tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi
menjadi Paku Kayu.
Rumah
adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang
menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) dan
bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini
adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan
tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah
saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya,
atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja
yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan
penghuninya. Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga
bagian : Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara
lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk
menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan
hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola ialah
badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai
dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam
aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai
aktifitas lainnya. Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: ·
lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi
sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat
menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman. Lotang
ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga
bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara
sesame anggota keluarga lebih banyak berlangsung disini. · Lontang rilaleng
atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak gadis atau orang tua
usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan dapureng
atau jonghe. · Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan
hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya.
Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur
tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini juga
mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang
dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah
yang berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian
rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat
umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah
membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di
pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis
tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat
suci Al-Qur’an
I.
Pakaian adat Suku Bugis
Pakaian adat khas wanita
Bugis Makassar adalah baju bodo. Baju bodo berupa kain sarung yang berwarna
merah hati, biru, dan hijau.
BAB III
KESIMPULAN
Sistem Sosial Budaya
adalah suatu keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku
manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri
serta bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup
manusia dalam bermasyarakat.
Suku Bugis Makassar
merupakan sebuah suku yang kaya akan kebudayaan. Persentase jumlah penduduk
suku Bugis di Sulawesi Selatan adalah sekitar 62,5% dan suku Makassar sekitar
26,7%.Bentuk desa di Sulawesi Selatan sekarang merupakan kesatuan-kesatuan
administratif, gabungan sejumlah kampung lama (desa gaya baru). Sistem kekerabatan
dalam kebudayaan Bugis-Makassar masih cukup kental, lapisan masyarakat Bugis
dan Makassar terdiri dari 3 yaitu anak arung atau lapisan kaum kerabat
raja-raja, tom aradeka atau lapisan orang merdeka, dan ata atau lapisan orang
budak.
Sekitar 90% dari penduduk
Sulawesi Selatan adalah pemeluk agama Islam, sedangkan hanya10% memeluk agama
Kristen Protestan atau Katolik. Karena masyarakat Bugis dan
Makassar tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka
kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan.
Mata pencaharian lain
yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Kemudian ada sisi seni juga
yang biasanya menjadi mata pencarian bagi sukuBugis dan Makassar, yakni
pembuatan sarung tenun sutra. Bahasa yang diucapkan oleh sukuBugis disebut
bahas ugi sementara suku Makassar disebut mangkasara. Adapun huruf yang dipakai
dalam naskah Bugis maupun Makassar yakni, aksara lontara. Diantara buku
terpenting dalam kesusasteraan suku Bugis-Makassar adalah buku sure galigo,
suatu himpunan besar dari mitologi yang bagi kebanyakan orang mempunyai nilai
yang keramat.
Potensi paling besar bagi
masyarakat Bugis-Makassar adalah dalam sektor pelayaran rakyatdan perikanan,
karena usaha-usaha ini sudah merupakan usaha-usaha yang telah dijalankan sejak beberapa
abad lamanya oleh orang Bugis-Makassar, sehingga dapat dikatakan telah mendarah
daging dalam alam jiwa mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Kadir. 2004, Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Ternggara.
Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.
Garna, Judistira K. 1991.
Sistem Budaya Indonesia. Bandung:
Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Mattuladda. 1974. Bugis
Makassar, Manusia dan Kebudayaan. Makassar: Berita Antropologi No. 16,
Fakultas Sastra UNHAS.
------------.
1975. Latoa, Suatu Lukisan Analitis Antropologi Politik Orang Bugis.
Makassar: Disertasi.
No comments:
Post a Comment